:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5207348/original/015221200_1746200381-BYD_Ocean.jpg)
Liputan6.com, Jakarta – Ketika Uni Eropa membangun tembok tarif tinggi pada 2024 untuk memperlambat masuknya mobil listrik buatan China, ternyata tak berpengaruh besar. Pasalnya, produsen asal Tiongkok, seperti BYD, Geely, dan SAIC telah menjalankan perubahan strategis yang membuat merek tersebut bertahan dari badai, tapi juga menggandakan pangsa pasar di Benua Biru.
Disitat dari Arena EV, menghadapi bea masuk setinggi 35 persen untuk mobil listrik, produsen Negeri Tirai Bambu ini justru meningkatkan ekspor mobil hibrida dan bensin yang dibebasrkan dari tarif yang berlaku.
Selain itu, para produsen ini juga memusatkan perhatian kepada negara-negara Eropa Selatan, seperti Italia dan Spanyol, tempat dominasi merek Jerman dan Prancis tidak terlalu menonjol dibandingkan wilayah Utara.
Hasilnya sangat mencolok. Menurut data dari JATO Dynamics, merek Tiongkok menguasai 4,9% pasar mobil baru Uni Eropa pada April, lonjakan signifikan dari 2,4% dibanding tahun sebelumnya, yang berarti 53.000 kendaraan terjual dalam satu bulan.
Pertumbuhan tidak hanya terjadi untuk kendaraan konvensional. Paradoksnya, bahkan dengan sanksi keuangan baru, produsen Tiongkok berhasil menjual lebih banyak mobil listrik yang seharusnya tidak dikenai tarif.
Penjualan BYD Lebih Besar dari Tesla
Penjualan kendaraan listrik dari merek China melonjak hingga 59 persen pada April, jauh melampaui pertumbuhan 26 persen yang dialami oleh produsen mobil lain.
Momentum ini menghasilkan tonggak sejarah, dengan pada April 2025, sebanyak 7.231 mobil listrik BYD terjual, dibandingkan dengan 7.165 dari Tesla, yang menandai bulan langka di mana raksasa kendaraan listrik Amerika itu kalah laris.
Penurunan penjualan Tesla sebagian disebabkan oleh penolakan pembeli Eropa terhadap aktivitas politik kepala eksekutifnya, Elon Musk.
Infografis Selamat Datang Era Mobil Listrik di Indonesia
… Selengkapnya